aku
memang pernah beralaskan sunyi,
di liang belantara tak bertepi,
terpatri sukma dijejak misteri meretas lelap,
tanpa mengindahkan semestaku dalam buai symphonimu,
maafkan aku yang pernah membuatmu tertatih,
memunguti kepingan asa yang pernah terucap seorang diri,
menyudutkanmu pada tepi jurang kepiluan,
membiarkan pekat halimun membelenggu bayangku,
meninggalkanmu dalam kehampaan jiwa yang terikat raga seolah tak bertuan,
di liang belantara tak bertepi,
terpatri sukma dijejak misteri meretas lelap,
tanpa mengindahkan semestaku dalam buai symphonimu,
maafkan aku yang pernah membuatmu tertatih,
memunguti kepingan asa yang pernah terucap seorang diri,
menyudutkanmu pada tepi jurang kepiluan,
membiarkan pekat halimun membelenggu bayangku,
meninggalkanmu dalam kehampaan jiwa yang terikat raga seolah tak bertuan,
kumulai
dari bisikanmu yang begitu damai,
sesaat kurasakan untuk pertama kalinya,
surga menjejakkan nyatanya di bumi,
mengiringi langkahmu dalam rindu yang hampa,
lewat senandung-senandung nirwana,
ingin ku kirim padamu bisikan kalbu,
dari jutaan aksara yang kurangkai diantara bintang,
ku harap terurai indah,
sesaat kurasakan untuk pertama kalinya,
surga menjejakkan nyatanya di bumi,
mengiringi langkahmu dalam rindu yang hampa,
lewat senandung-senandung nirwana,
ingin ku kirim padamu bisikan kalbu,
dari jutaan aksara yang kurangkai diantara bintang,
ku harap terurai indah,
wahai tambatan hati,
pekik ceria jiwaku seakan enggan terhenti,
pekik ceria jiwaku seakan enggan terhenti,
walau yang terlahir hanyalah sepotong
syair,
menyisakan harap-harap indah yang bersayap keniscayaan,
merasuki kisi jantung hati yang tak letih memujamu,
menyisakan harap-harap indah yang bersayap keniscayaan,
merasuki kisi jantung hati yang tak letih memujamu,
No comments:
Post a Comment